Minggu, 18 Oktober 2015

Terimakasih Sudah Ada (2)

Tulisan itu, kamu tahu? Aku membacanya berkali-kali.

Ketika pertama kali aku membacanya -sebut aku lebay- ada sesuatu yang mengembang dibalik rongga dada, mekar, berterbangan. Surpised. Speechless. Merasa menjadi ‘sesuatu’. Entah apa…

Aku lupa kapan terakhir kali aku menjadi sesuatu yang dituliskan oleh seseorang, dan hari ini kamu berikan itu. Aku tidak akan menutupi keriangan ini meski mungkin akan terlihat berlebihan.

Kamu tahu? ini kali pertama aku kembali menulis lagi setelah sekian lama. Lebih tepatnya menuliskan sesuatu yang lahir dari “rasa” bukan dari “pikiran”. Dan kamu lihat? aksaraku berserakan, aku bahkan lebih payah dari pisau berkarat dan tumpul karena terlampau lama tidak digunakan apalagi diasah.

Kamu…
Bicara tentangmu, kamu adalah titik dimana kemisteriusan dan kegamblangan bertemu dan bertumpu. Aku tidak pernah mengerti bagaimana kamu bisa berdiri tegak dengan kokoh dititik itu dengan begitu anggun dan elegan. Aku bahkan tidak bisa meraba rasa apapun tentang kamu. Kamu adalah teka-teki yang tidak pernah berhasil aku pecahkan. Kamu seperti barisan kalimat multi tafsir dan sarat makna yang tidak pernah selesai aku mengerti dengan utuh.

Pernahkah terpikirkan olehmu kenapa kita bisa bertahan selama ini dengan “rasa” yang nyaris konstan dan tidak pernah “naik kelas”?

Mungkin karena keapikan masing-masing kita dalam melakonkan drama persahabatan yang sederhana dan unik selama ini.

Hampir 5 tahun persahabatan kita -sebutlah begitu- aku tidak pernah merasa bisa “naik kelas” untuk mengerti apa dan bagaimana kamu dan kita sebenarnya. 

Kita…

Kita terkadang seperti dua kutub yang berlawanan namun tidak pernah saling memisahkan diri. terkadang kita berada pada orbit yang saling menjauh satu sama lain, berputar mengitari banyak bintang dan bulan yang kita temui sepanjang perjalanan, disibukkan dengan perjalanan kita masing-masing, tapi selalu ada masa dimana kita “pulang” dan bercengkrama, membayar lunas semua ke-alpa-an.

Denganmu, aku tidak pernah menuntut otak dan hatiku untuk membuat jelas sesuatu yang absurd. Aku hanya menikmatinya dan membiarkannya mengalir tanpa pernah berpikir akan bermuara kemana. Terus terang, untuk hal-hal tertentu, aku tidak menyukai sesuatu yang absurd juga misterius, karena itu membingungkan. Tetapi ketika kamu datang dengan segala keabsurdan dan kemisteriusan itu, aku justru membiarkan diriku larut. Dan aku tidak berusaha untuk membuat semuanya menjadi jelas. 

Kamu, meski sudah dengan tulisan yang mungkin menurutmu sudah sedikit mengungkap  sesuatu yang samar, bagiku kamu masih tetap samar. Mungkin karena aku terlalu payah untuk memahami, ya aku memang payah. 

Aku tidak berani meraba rasa dan aku merasa terlalu “ngeri” untuk berspekulasi.

Satu yang pasti, disinipun ada banyak rasa syukur dan terimakasih karena kamu sudah ada. Dan satu lagi; rasa beruntung karena kamu ada. 

Tetaplah ada.
Selamat malam, E. ^^

Rabu, 23 April 2014

Harapan yang Tinggal Terlalu Lama

Sejak hari itu, aku selalu berharap waktu berlalu cepat
Menerbangkan kesedihan dan luka hati yang kian terbuka
Tapi, setelah ratusan almanak berganti
Ternyata tak sedikitpun rasa itu yang terkikis
Mungkin untuk sesaat rasa itu hanya sedang mati suri
Biarlah, kunikmati perihnya sakit ketika ia tiba-tiba datang dan pergi lagi
Kamu tetap akan selalu menjadi kumpulan doa-doa yang diam-diam aku bisikkan
Semoga kamu selalu baik, berbahagia
Ada suatu saat dimana kita harus mengerti bahwa 
Ada orang-orang yang hanya bisa berada di kedalaman hati kita, 
Tanpa bisa menjadi bagian hidup kita.
Dan memang bukankah ini sudah terlalu lama untuk memelihara harapan?

Selasa, 22 April 2014

Sia-sia

kalimat ini benar-benar menohokku tepat di ulu hati, 

"Haruskah kau menanti matahari ?
karena hanya sinarnya yang menghangatkan hati ? 
sedang itu sebuah ketidakmungkinan yang pasti….."

Dan aku patah hati lagi

Entah kapan rasa menjadi tawar, dan kenangan menemukan ruang untuk hilang tak terlacak. Bukankah ini sudah terlalu lama, ratusan kali almanak berganti.

Hati yang Tak Bisa ditinggali

Pada perjalanan itu kamu membawaku pada pemahaman tentang rasa yang sampai detik ini kucari jawabannya.
Kau membawaku pada kesempurnaan hati yang mencintai, hati yang tidak pernah mencintai seperti caramu mencintaiku, caramu menemukanku. Dan caraku mengasihimu.
Padamu aku belajar diam-diam menghapus air mata, karena bersamamu adalah keriangan yang tanpa suara. Kerinduan yang tak terobati, dan jemari yang tak saling menggenggam.
Didirimu terkadang kutemukan kegelisahan yang sarat, dimatamu kutemukan kesunyian yang sangat. Menyatu pada kesenyapan, tetap saja aku dan kamu tak pernah mampu untuk beranjak.
Di ingatanku kamu adalah cinta yang hangat. Karena hatimu yang membuatku ingin tinggal disana meski tanpa benderang cahaya terang. Dan dihatiku,…kamu adalah sekumpulan doa-doa yang diam-diam kubisikan.
Bersamamu adalah menemukan keping waktu beraroma biru. Meski pada segalamu tak pernah ada segala untukku. Dan diduniaku nyaris tak pernah mengarah padamu.
Entah kapan rasa menjadi tawar, dan kenangan menemukan ruang untuk hilang tak terlacak.  Bukankah ini sudah terlalu lama, ratusan kali almanak berganti.
Padamu yang tinggal diam-diam dalam garba, bukankah ada hati yang tak bisa ditinggali ? hatimu dan hatiku….

*Dari catatan Senja

Malam ini ada aroma rindu. Baunya menyengat sekali.
Setelah setahun lebih menahan diri untuk tidak menulis, malam ini akhirnya aku kalah
sesuatu yang selama ini sengaja ditahan, akhirnya meluber tak terbendung lagi

Kemana selama ini kusembunyikan air mata?
Kemana kusembunyikan rindu dan kesepian itu?
Kemana kusembunyikan banyak kekhawatiran dan ketakutan?

Seharusnya aku tidak perlu mencintamu sebesar ini
Tapi ini ternyata di luar kendaliku
Kau tahu doa tersungguhku?
Ialah meminta pada Sang Maha untuk mencabut segala rasaku akan mu
Karena ini tak lagi seharusnya ada
Tapi Ia seolah tuli, Ia seolah buta, Ia seolah tak menyaksikan
Padahal aku sadar sekali akan campur tanganNya dihidupku selama ini sampai detik ini
Aku meyakini dengan sangat dan merasakannya sungguh
Tapi kenapa untuk hal ini Ia seolah diam
Akupun tak pernah tahu apa maksud Nya
Aku pikir sang waktu yang akan menjawab semuanya
Waktu dengan segala prosesnya yang akan membantuku keluar dari jebakan perasaan yang tak lagi bertuan ini
Tapi ternyata waktu begitu angkuh dan sombong
Dan waktu tenyata tidak sehebat itu
Waktu ternyata tak cukup mampu mengikis rasa
Apalagi jika rasa itu adalah sejatinya
Lalu akan aku bawa kemana hati ini
Hati yang masih utuh mencintaimu
Tak berkurang dimakan waktu
Satu tahun lagi, 2 tahun lagi?
Ya Tuhan, belum cukupkah satu tahun lebih penyiksaan ini?
Berapa banyak malam-malam yang kuhabiskan menangis sepi
 terjebak dalam siluet-siluet masa lalu tentang aku dan kamu yang pernah menjadi kita
Dan kamu?
Entah sudah berapa lama aku lengkap terhapus dari memory mu
Sementara aku?
Aaaah, tidak semestinya cinta ini sebesar ini


Kesempatan yang Tak Pernah Datang

Kesempatan, seperti apa rupa kesempatan?
Seperti oase di gurun pasir kah?
Seperti sayap malaikat patah?
Entahlah...
Aku bahkan lupa kapan terakhir pernah punya kesempatan
Yang kutahu kesempatan itu tak pernah datang
Entah sudah berapa almanak berganti
Entah sudah berapa musim terlewati
Aku masih menunggu kesempatan itu diambang pintu
Kesempatan. Aah, kau sangat kubutuhkan
Beraninya kau pergi dan tak kembali
Melenggang jauh dan semakin jauh
Aku tidak pernah berharap, dan itu adalah kebohongan
Aku tidak bisa menginngkari hati kecilku
Hati kecil yang begitu bodoh mengharapkan kesempatan yang tak akan pernah datang